Monday 28 September 2015

Membangun Kemerdekaan Hati ; Refleksi Idul Adha



Sebagai manusia biasa ada perasaan tidak ikhlas saat Nabi Ibrahim mendapatkan perintah untuk menyembelih Ismail. Anak yang didam-idamkannya selama ini harus ‘hilang’ ditangannya sendiri. Namun rasa cinta Nabi Ibrahim kepada Allah lebih tinggi dari rasa cinta kepada anaknya. Perintah Allah untuk menyembelih Ismail  tetap dilakukan, walau dengan berat hati. Allah begitu sayang kepada Nabi Ibrahim, dengan kuasa-Nya Allah menggantikan Ismail dengan sekor gibas (domba) untuk menjadi kurban. Peristiwa itulah sejarah adanya Hari Raya Idul Adha.

Melalui peristiwa tersebut, Nabi Ibrahim mewariskan pengalamannya untuk menjadi ibrah (pelajaran) agar senantiasa menjadi pribadi ikhlas. Seberat apapun, perintah Allah harus tetap dilaksanakan. Menjadi pribadi ikhlas merupakan proses panjang dan ujian yang bertubi. Menghadapi ujian keikhlasan butuh ketekunan dan kesabaran, banyak orang yang tidak lulus. Allah selalu mengingatkan manusia untuk memperhatikan keikhlasannya dalam beramal.

Hakikatnya, memperjuangkan keikhlasan bukan untuk Allah. Allah tidak membutuhkan amalan mahluk sedikitpun. Apabila seluruh manusia dan jin dari awal bumi diciptakan hingga kiamat berkumpul dan menyembah Allah, tidak sedikitpun kebesaran Allah bertambah. Begitu juga apabila seluruh manusia dan jin dari awal semesta diciptakan dan menghina/mencaci maki Allah, tidak sedikitpun kebesaran Allah berkurang.  Allah sudah begitu Maha Agung dengan segala kekayaan dan kekuasaannya. Perintah menjadi pribadi ikhlas sesungguhnya adalah untuk kebaikan  diri sendiri, yaitu kemerdekaan hati.

Kemerdekaan hati adalah kondisi hati seseorang yang tidak bergantung dengan mahluk lainnya. Hatinya hanya bergantung kepada Allah semata. Setiap perbuatan,pikiran dan perasaaan dasarnya adalah hanya perintah dan larangan Allah. Allah Maha Mengetahui, bahwa ketergantungan manusia kepada mahluk lain hanya akan menciptakan kesengsaraan. Hanya ketergantungan manusia kepada Allah-lah yang menciptakan ketenangan. Allah menginginkan manusia bebas dari ketergantungan mahluk lainnya, agar mendapatkan ketenangan.

Tedapat dua kondisi hati yang tergantung dengan manusia/mahluk lainnya. yaitu ketergantungan positif dan negatif. Ketergantungan hati positif cenderung pada perasaan ingin dipuji, dihargai, dilihat, diketahui, dibalas. Dia senang melakukan kebaikan dan berharap dilihat dan diperhatikan. Dia merasa sakit hati apabila tidak dihargai, tidak dianggap, tidak dipuji atau disepelekan. Kata-kata yang sering keluar ”oh, perjuanganku sia-sia”, “jadi selama ini saya hanya …..”, “kenapa sih kamu tidak menghargai aku?”, “kok cuma mendapatkan segini” dan sejenisnya.

Ketergantungan hati negatif cenderung takut dicaci, dihina, direndahkan,diancam dan ditakuti. Orang tersebut senang kebaikan, tetapi ragu-ragu melakukannya karena takut direndahkan, dihina, dicaci maki atau di bully. Dia merasa rendah diri dan sakit hati apabila amalnya dihina, diomongi negatif, dilecehkan dan direndahkan. Kata-kata yang sering keluar”tuh kan,karyaku percuma”, “aku mau melakukan ini, tapi takut ini”, “betul ya kata orang itu,aku tuh.”,”aku berheti saja melakukan ini, aku takut…”dan sejenisnya.    

Ketergantungan hati baik sifatnya positif dan negatif, sama-sama tidak disenangi Allah. Allah tidak menginginkan manusia bergantung dengan mahluk lainnya. Allah menginginkan manusia hanya bergantung kepadaNya. Mengapa ?

Allah hanya menginginkan manusia berada dalam kondisi yang benar-benar merdeka. Bebas dalam arti yang sesungguhnya. Bagi orang ikhlas selama dasarnya perintah dan larangan Allah, dia tetap melakukannya. Terlihat atau tidak terlihat, dihina atau dipuji, dihargai atau dicaci maki, direndahkan atau ditinggikan, menyenangkan atau menyusahkan, semuanya sama. Fokus orang ikhlas adalah keridhoan Allah. Kepastian yang diperoleh adalah kebahagiaan dan ketenangan. Kemerdekaan hati sesungguhnya berada pada ketidakbergantungan diri kita dihadapan manusia lainnya. 

Ibrah (pelajaran) Hari Raya Idul Adha adalah kemerdekaan hati yang dibangun dari niat ikhlas, cara benar dan manfaat jelas. Perasaan tenang diperoleh dari niat yang ikhlas. Hati seseorang akan merasa lapang (merdeka) saat ia tidak memiliki kepentingan. Tidak memiliki kepentingan untuk memperoleh manfaat dari orang lain, fokusnya hanyalah memberi manfaat. Niat yang kokoh bersumber dari niat beribadah kepada Allah yang secara otomatis membangun keyakinan kuat dan kelapangan hati. Saat niatnya hanya untuk Allah, maka ia akan berfikir menggunakan cara yang benar. Output-nya adalah manfaat,baik berupa ilmu, harta dan kebahagiaan.

Membangun kemerdekaan hati membutuhkan proses dan waktu yang panjang. Allah memberikan Hari Raya Idul Adha sebagai miniatur proses membangun kemerdekaan hati. Berqurban berarti meluruskan niat untuk meng-ikhlas-kan hewan qurban sebagai shodaqoh hanya untuk Alaalah semata. Bukan untuk kepentingan diri sendiri misalnya untuk keren-kerenan, popularitas atau dikenal sebagai dermawaan. Bukan daging dan darah hewan qurban yang sampai kepada Allah, tapi takwa (ikhlas)-nya yang sampai kepada Allah.


Keikhlasan berqurban juga perlu dijaga saat melaksanakan qurban dengan cara yang baik. Memotong hewan qurban sesuai dengan syariat Allah yaitu disembelih menggunakan alat yang tajam, harus terputus dua saluran dileher  dan tidak menampakan penyembelihan di depan hewan lainnya. Semua proses berujung pada nilai manfaat dari hewan qurban tersebut yaitu timbulnya rasa senang bagi orang yang dapat menikmatilezatnya daging dan kebahagiaan bagi semua orang. Semoga qurban kita semua diterima oleh Allah dan mentransformasi diri kita menjadi orang yang lebih ikhlas.

Monday 15 June 2015

Puasa Informasi

sumber gambar : www.dakwatuna.com

Alhamdulillah, tidak terasa Ramadhan sudah didepan mata. Kita masih diberi kesempatan untuk menikmati bulan terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Secara sederhana, puasa artinya menahan hawa nafsu (makanan dan kemaluan) dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Lebih luas, puasa bermakna menahan segala sesuatu yang menimbulkan nafsu baik fisik maupun batin.

Salah satu hikmah puasa adalah detoks1) tubuh. Memberikan tubuh kesempatan untuk membersihkan dirinya dari sisa-sisa kotoran makanan. Tubuh memiliki kesempatan lebih mudah mengolah makanan. Tapi pikiran kita yang juga membutuhkan detoks.

Ramadhan adalah kesempatan terbaik untuk membersihkan diri dari kotoran, baik kotoran fisik maupun kotoran jiwa. Kotoran fisik berasal dari makanan yang mengandung pengawet, pewarna atau bahan kimia lainnya. Kotoran jiwa berasal dari informasi sampah, menggosip, dan bacaan negatif. Kotoran jiwa dan pikiran sumbernya dari informasi sehari-hari.

Bayangkan, berapa lama TV menyala?. berapa lama streaming youtube?

Seberapa sering browsing di internet ?. buka facebook?. Twitter? website berita ?.

Belum lagi media sosial lainnya ; path, instagram, tumblr, dll

Ada juga messenger ; BBM, line, whatsapp, dll

Sadar atau tidak, 80% persen informasi yang diakses dari beragam media tersebut tidak dibutuhkan. Berapa persen yang benar-benar dapat meningkatkan ketrampilan dan kepribadian ?. Berapa persen yang terkait dengan pekerjaan ?. Berbeda dengan orang yang memang bekerja di dunia internet, kebanyakan dari kita menerima informasi tidak dibutuhkan. Sekedar fun.

Tidak ada informasi saja, pikiran manusia mampu me-lalu lintas-kan 6000 pikiran setiap hari-nya. Banyaknya media informasi saat ini semakin tambah banyak informasi yang akan bersemayam di pikiran. Apabila pikiran tidak didetoks, suatu saat merusak jiwa. Lemah dalam mengolah informasi. Sulit mendengarkan hati nurani.

Banyaknya akses informasi yang dikonsumsi, sampai-sampai lupa mengakses informasi hati nurani. Apa yang sebenarnya hati nurani inginkan?. Apa cita-cita paling bersih hati nurani ?. Apa keinginan nurani yang ingin dilakukan, tapi ditunda ?. Tertahan oleh sampah informasi. Itu belum aktivitas membicarakan orang lain. Berprasangka buruk terhadap kebaikan orang lain. Menyebarkan aib. Membuat fitnah, dsb.

Pantas saja Rasulullah Saw dalam salah satu hadis-nya :
“banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya, ia hanya mendapatkan lapar dan haus saja” 

Ramadhan adalah momentum untuk memperbaiki diri. Semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Puasa adalah metode (tools) yang Allah berikan untuk memperbaiki ahlak dan perilaku manusia. Makna berpuasa yang sesungguhnya bukan hanya puasa fisik tetapi juga puasa jiwa. Apa puasa jiwa ?

Puasa jiwa adalah mem-puasa-kan pikiran dari konsumsi informasi yang tidak bermanfaat. Salah satunya, puasa informasi. Maksudnya ?. Ya puasa informasi.

Tidakah kita perhatikan, bahwa begitu lelah pikiran dan jiwa menerima dan mengolah informasi. Lewat TV, facebook, twitter, youtube, website, BBM, Line, dsb pikiran dipaksa mengolah informasi sedemikian rupa tanpa diberikan waktu istirahat sama sekali ?. Apa tidak capek?. Pasti!

Ramadhan waktu yang tepat untuk melakukan puasa informasi.

Selama bulan ramadhan matikan TV. Tidak beraktivitas di media sosial apapun (facebook, twitter, instagram, dll). Tidak mengaktifkan messenger (BBM, WA, LINE, dll). Tidak membaca berita online maupun streaming youtube. Walaupun itu untuk informasi yang (dianggap) positif (pengajian, ceramah, kajian, dll). Berhenti melakukan itu semua. Selama satu bulan ?. Ya satu bulan !.

Split waktu yang digunakan untuk itu semua menjadi aktivitas mengaji, dzikir, atau sholat. Minimal duduk diam, merenung. Hening. Merenung apa saja. Dengarkan bisikan halus yang muncul dari hati nurani. Lakukan selama satu bulan. Tidak harus meninggalkan pekerjaan. Kerja tetap kerja, seperti biasa. Kurangi intensitas interaksi dengan orang untuk hal-hal yang tidak bermanfaat (membicarakan orang, gosip dll).

Apabila tetap keki (nggak betah) juga. Coba mengurangi intensitasnya. Menonton TV cukup 30 menit, buka facebook 15 menit, twitter 10 menit, massager 5 menit. Baru pada H-10 idul fitri, coba full diri kita tanpa informasi. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang disebut i’tikaf.

Selamat mencoba, selamat menjalankan ibadah puasa.


Selamat datang Ramadhan 1436 H, selalu rindu.

1) proses membersihkan badan dari segala kotoran-kotoran yang berasal dari makanan 

Tuesday 9 June 2015

Menggagalkan Impian




Setiap orang ingin kehidupan lebih baik, kepribadian lebih baru, ketrampilan lebih banyak, dan uang lebih melimpah. Allah telah memberikan kita peluang dan kesempatan untuk mencapainya, tetapi kebanyakan diri sendiri-lah yang menggagalkannya. Sudah sunnatullah (hukum alam) setiap impian diwujudkan melalui proses yang bertahap dan berkesinambungan. Membangun disiplin, kerja keras, kebiasaan dan berbagai tindakan yang diperlukan untuk mencapai impian.

Ingin punya ilmu, kita harus belajar setiap hari, menghafal dan mengulang pelajaran. Kumpulan dari kebiasan itu yang selanjutnya menjadi kumpulan ilmu. Ingin punya hafalan Al Qur’an 30 Juz, diperlukan kebiasaan membaca, mengulang, mendengarkan kembali  terus menerus hingga hafal. Begitu juga, ingin menjadi orang kaya, perlu membangun mental kaya, memberikan manfaat ke banyak orang, menjual produk, disiplin investasi hingga kaya raya.

Setiap do’a, impian, kebaikan hidup, dan kebermanfaatan sudah menjadi hak setiap orang yang menginginkannya. Allah wajib mewujudkannya.

“siapa yang berdo’a kepadaku, maka akan aku kabulkan” (40:60)

Namun untuk mewujudkan impian, dibutuhkan ilmu. Salah satunya ilmu do’a. Makna do’a menurut ayat diatas bukan sekedar do’a menengadahkan tangan di pojokan masjid. Tanpa maksud mengecilkan ‘doing’ do’a seperti itu, saya  ingin meningatkan kembali makna do’a dalam ayat tersebut.

Do’a adalah kata benda, kata kerjanya berdo’a. Setiap benda memiliki unsur pembentuknya. Do’a unsur pembentuknya adalah pikiran, perasaan dan tindakan. Do’a yang dilakukan di masjid, saat sholat adalah do’a dari unsur pikiran dan perasaan. Do’a dari unsur tindakan jauh lebih penting.  Sholat  merupakan kumpulan do’a dalam bentuk pikiran dan perasaan. Paling penting adalah “do’a“ sehabis shalatnya, yaitu tindakannya. Menjaga ahlak dan berbuat baik kepada orang-orang disekitar.

Begitu juga impian. Impian merupakan bagian dari do’a. Dibentuk dari pikiran dan perasaan. Setiap keinginan di masa depan, awalnya diciptakan dahulu di pikiran, selanjutnya dirasakan di hati. Do’a tindakan penentu dari dikabulkannya do’a. Kebanyakan orang menggagalkan impian(do’a)-nya sendiri dengan menggagalkan tindakan-tindakannya.

Maksudnya menggagalkan impian ?

Kebanyakan orang lebih senang berdo’a dalam bentuk pikiran dan perasaan. Contohnya dalam sholat kita berdo’a meminta jalan yang lurus. Tapi do’a tindakan kita masih suka berbohong dan berbuat keji. Bagaimana ditunjukan jalan lurus sama Allah ?. Saat kita minta ampunan dan kasih saying Allah, tapi perilaku kita sulit memaafkan dan tidak berkasih sayang.

Impian dunia. Contohnya, ingin menjadi  manajer umum dalam < 5 tahun. Tapi bekerja standar saja, tidak belajar menjadi  manjer yang baik. Susah menjadi seorang manajer. Apabila di bidang penjualan, khususnya MLM. Ingin menjadi diamond leader. Sudah tahu, berapa kali sehari presentasi ke calon konsumen?, tapi yang dilakukan, malas-malasan dan hanya persentasi sedikit saja.

Apapun alasan yang anda punya, bisa diciptakan. Ingat “Manusia dapat menciptakan sejuta alasan untuk menggagalkan impian, tetapi pasti punya milyaran alasan untuk mencapai impiannya.”
Allah menggunakan kata “pasti” benar adanya, tidak berlebihan. Allah tidak memberikan janji kosong. Ia pasti memberi apa yang diminta. Sudah kewajiban Allah. Hanya saja, diri sendiri-lah yang mengagalkannya.

Bagaimana agar tidak mengagalkan impian ?

Impian (do’a) terdiri dari tiga unsur yaitu pikiran, perasaan dan tindakan.

Pikiran, terdapat dua unsur pembentuknya. Gambaran besar dan gambaran kecil. Gambaran besar berisi tentang apa yang diinginkan. Boleh rasional (masuk akal) boleh irrasional (tidak masuk akal) yang jelas harus transformasional (lebih baik dari sebelumnya). Bahkan do’a-do’a di islam merupakan do’a supertransformasional (hingga akhirat). Gambaran besar impian harus jelas tercatat di otak, tertulis di buku lebih bagus. Gambaran kecil do’a langkah-langkah dilakukan untuk mencapai impian tersebut, pada aspek ini harus rasional. Impian boleh tidak masuk akal, caranya harus masuk akal.

Contoh gambaran besar ingin menjadi anak yang berbakti kepada orang tua. Gambaran kecil, langkah detil yang dilakukan ?. Misalnya, menelpon orang tua, mencium dan memeluk hangat orang tua dan mendo’akan secara detail permasalahan yang sedang dihdapi oleh orang tua, dll. Contoh lainnya, Gambaran besar ingin punya rumah besar dan mobil bagus pribadi. Gambaran kecilnya : nyari uangnya darimana, beli bahan bangunannya dimana, bayarnya bagaimana dsb.

Perasaan, terdapat dua landasan yaitu niat (intention) dan alasan (reason). Apa niat ingin mencapai impian. Balas dendam, pamer atau ikhlas tulus ingin memperoleh kebaikan. Alasan terkait dengan dua hal mencapai kenikmatan atau menghindari sengsara.  Alasan dengan mengejar kenikmatan memberikan peluang bertindak sebesar 20%. Alasan menghindari kesengsaraan memberikan peluang tindakan sebesar 80%.

Pada tahap ini harus perasaan harus dinetralkan. Niat dan alasan kita akan mempengaruhi tercapai atau tidaknya impian. Di sinilah pemikiran dan perasaan bermain. Tahap paling krusial diantara tiga tahap lainnya. Tahap perasaan akan mempengaruhi tahap bertindak. Semakin tulus, bertindak semakin damai. Semakin bernafsu, bertindak berantakan.


Terakhir, bertindak. Kekuatan tindakan terdiri atas du hal yaitu fokus dan disiplin. Impian dan langkah yang sudah tergambar jelas saat tersusun di pikiran dan perasaan, tindakan berfokus mengeksekusi rencanan pekerjaan hingga selesai. Fokus  melakukan pekerjaan yang sedang dilakukan. Bertahanlah, lakukan hingga selesai. Tuntaskan. Sekecil apapun pekerjaannya, jangan ditunda, jangan diabaikan. Penundaan sekecil apapun, akan berpengaruh besar pada hasilnya. Disiplin wajib. Pekerjaan (impian) besar tidak bisa dilakukan hanya dalam waktu sehari. Kebiasaan harian, mingguan dan bulanan menentukan keberhasilan mencapai impian. Orang tua saja harus displin memberikan kasih saying setiap hari selama ± 20 tahun untk menghasilkan anak yang sholeh/solehah.


Sisi manusiawi akan teruji pada saat bertindak. Dalam perjalanan mencapai impian, ada faktor penghambat salah satunya nafsu dan malas. Saat hambatan itu datang, ingat fondasi do’a (pikiran dan perasaan), intension dan reason. Semakin ikhlas, lebih ringan menghadapi berbagai tantangan. Jangan sampai diri kita menjadi penggagal impian.      

Monday 1 June 2015

Memeluk Emosi



Setiap orang memiliki emosi. Emosi positif dikenal seperti senang, bahagia, antusisias, gembira, ceria, dll. Emosi negatif dikonsepkan sebagai perasaan sedih, emosi, kesal, kecewa, benci dll. Sebenarnya tidak ada emosi yang baik dan buruk atau emosi positif dan negatif. Emosi hanya ekspresi untuk keseimbangan alam. Sama seperti siang dan malam, laki-laki dan perempuan, sehat dan sakit. Emosi butuh penerimaan. Emosi itu bukanlah sesuatu yang harus diekspresikan secara berlebihan, tidak juga harus ditahan-tahan sedemikian rupa. Keberadaaan emosi memiliki peran dalam menyeimbangkan kehidupan.

Alam semesta sebagai mahluk ciptaan Allah membutuhkan keseimbangan pada dirinya agar tetap ada. Proses menyembuhkan yang sakit, mengobati yang terlukai dan mengadakan yang hilang adalah proses keseimbangan yang harus ada di alam semesta. Apabila ada yang tidak seimbang, maka dia akan menyeimbangkannya. Kejadian gempa bumi, gunung meletus, tsunami, dsb yang kita sebut bencana bukanlah hal yang negatif, itu hanya mekanisme menyeimbangkan keberadaannya.

Sama seperti alam semesta, manusia diberi mekanisme untuk selalu dalam keadaan seimbang. Apabila ada sesuatu yang tidak seimbang, secara otomatis ia menyeimbangkan diri.

Apabila seseorang perilakuknya tidak menyenangkan, secara otomatis orang lain akan merasa kesal. Begitu juga jika seseorang ikhlas, bergembira, dan tulus, orang disekitarnya ikut merasa gembira, senang dan semangat.

Pada saat seseorang merasakan emosi yang memuncak, atau memiliki emosi diekspresikan, sebaiknya disampaikan saat itu juga. Apabila tidak disampaikan, maka akan menghasilkan ketidakseimbangan baru. Entah nanti atau kapan, pasti terjadi ketidakseimbangan. Bingung ya?!

Begini contohnya. Apabila diri kita merasa kesal pada seseorang karena perilaku dan tutur-katanya, rasanya pengen memukul (ini jangan dilakuin ya, lebay!), sampaikan. Sampaikan emosi kita dengan emosi dan cara yang baik. Hal ini untuk menyeimbangkan emosi orang tersebut. Apabila emosi ini ditahan, akan terjadi ketidakseimbangan baru. Suatu saat akan ‘meledak’.

baca juga : menetralkan perasaan

Begitu juga saat diri kita merasa senang dan bergembira, ekspresikan sesuka hati. Ekspresi gembira, senang, tertawa sama baiknya dengan emosi kecewa, sedih dan benci. Sampaikan emosi kegembiraan dengan baik dan secukupnya (nggak usah lebay!).  Tapi jangan karena tulisan ini, jadi berlebihan mengekspresikan emosi. Biasa saja, standar, seperlunya. Ekspresi yang lebay juga bisa ngurangi rahmat dan berkah. ^_^

‘sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk bagi orang-orang yang melampaui batas (lebay!)(40:28)

Contoh terbaik mengekspresikan emosi adalah bayi. Bayi belum memiliki masukan pikiran dan pengetahuan, apalagi ingatan. Ekspresi emosi bayi murni naluri bawaan ciptaan, jujur, no rekayasa. Sama seperti hewan, gunung, bumi yang tidak memiliki akal pikiran untuk memproses emosi. Alam hanya meluapkan untuk keseimbangan. Begitu juga bayi saat menangis, gembira, senang, dll hanya untuk mengekspresikan dirinya, tidak ada “filter” pengetahuan, budaya dan sosial.

Sedangkan orang dewasa sudah banyak saringan pengetahuan, sosial, dan budaya. Kebanyakan orang cederung memendam emosi karena alasan nggak enak, kurang sopan, dan menjaga perasaan. Ini bisa menjadi bom waktu. Hal ini kurang baik juga, terkadang bisa menciptakan ketidakseimbangan baru.

Fokus terpenting kita bukan pada enak-nggak enak, kurang sopan dan menjaga perasaannya, tapi fokus kita adalah bagaimana cara menyampaikan emosi dengan cara yang baik. Apabila orang sedang marah, biarkan perasaan marahnya muncul hingga selesai baru sampaikan apa yang perlu diperbaiki. Jangan membenci orang yang marah, jangan memarahi orang yang marah. Begitu juga saat bergembira, ekspresikan kegembiraan. Sama ketika mau nangis, sedih. Nangislah, ekspresikan.

Emosi tidak perlu ditahan, ia hanya butuh dipeluk kok (diterima dan dirasakan).

sumber gambar : http://health.liputan6.com/read/790422/saat-manusia-keluarkan-emosi-tubuh-berubah.html

Monday 25 May 2015

Menetralkan Perasaan

Perasaan merupakan salah satu alat pengembangan diri  yang powerfull. Perasaan adalah perangkat lunaknya, hati (dalam artikel ini artinya jantung -heart- bukan -liver-)  sebagai perangkat kerasnya. Pengkondisian perasaan ini akan berpengaruh besar terhadap tindakan, juga hasil tindakannya. Seseorang yang bertindak menggunakan ilmu dan teknik sama akan menghasilkan hasil yang berbeda apabila kondisi perasaannya berbeda.

Contoh di bisnis, seseorang bisa mempelajari ilmu dan teknik penjualan yang sama. Belajar pada guru yang sama, tetapi menghasilkan hasil yang jauh berbeda. Hal ini disebabkan, salah satunya karena kondisi perasaan dari penjual itu berbeda.

Dalam perilaku ibadah, nilai (pahala) shalat yang ikhlas berbeda dengan perbuatan shalat yang tidak ikhlas. Sama-sama shalat, tapi dampak shalat yang dihasilkan jauh berbeda.  Misteri tentang perasaan ini banyak digunakan oleh pakar pengembangan diri untuk memberdayakan manusia.

Pepatah lama mengatakan :

“seperti di atas, begitu juga di bawah. Seperti di luar, begitu juga di dalam”

Kondisi diatas pohon yang segar dan berbuah lebat, hasil dari kondisi akar dibawah yang kuat dan bagus. Kondisi perilaku/penampilan manusia diluar berasal dari perilaku yang di dalam (perasaan). Apabila yang di dalam kondisi baik, maka tampilan/perilaku di luar akan baik, pun sebaliknya. 

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda :
“Dalam diri manusia ada segumpal daging, apabila baik maka seluruh tubuh akan baik. Namun, apabila segumpal daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu akan rusak.Ketahuilah,  Itu adalah hati“  -Al Hadist-

Makna “hati” di atas adalah jantung (hati) yang mengontrol perasaan manusia. Biasanya, dalam teknik hypnosis (digunakan juga untuk pemberdayaan diri), untuk memasuki alam bawah sadar menggunakan teknik mengontrol jantung, dengan cara tarik napas panjang-hembuskan. Berulang. Teknik tersebut untuk membuat perasaan perasaan netral, setelah itu baru disugesti.

Banyak penelitian yang mengarahkan bahwa pusat kontrol perasaan adalah jantung. Pada saat deg-degan (perasaan takut), pacu jantung jadi lebih cepat. Napas tidak terkontrol, kepala panas, mata merah, kulit belang-belang dan rambut rontok (^_^ becanda!). Intinya, pada saat perasaan tidak menentu, pikiran dan kondisi tubuh ikut tidak menentu. Saat kondisi seperti itu, harus dinetralkan. Apabila tidak terkontrol, efek berganda lainnya akan datang. Orang lain jadi korban, terjadi kekerasan fisik dan lainnya.

Dibutuhkan ketrampilan menetralkan perasaan. Bagaimana caranya?

Praktik sederhana saat ada ketidakcocokan dengan pasangan (suami atau istri). Berdebat tentang hal penting (dan tidak penting) terkadang menimbulkan perasaan tidak nyaman. Ego muncul. Rasa ingin dihargai, diterima dan didengarkan menjadi lebih besar.

Saat kondisi tersebut terjadi, bagaimana menetralkan perasaan ?

Sebagai bagian dari alam, kita semua mengikuti hukum alam. Layaknya api apabila ketemu dengan api akan menjadi lebih besar, lebih membara.  Saat sama-sama sedang emosi, pertengkaran yang terjadi. Hal sederhana untuk menetralkan perasaan dengan berpindah tempat yang perasaan lebih netral. Pisah dari seseorang yang perasaanya sedang emosi juga. Sederhannya, pindah tempat. Cari tempat yang membuat perasaan menjadi lebih baik.

Dalam sebuah hadist, apabila kita sedang keadaan marah maka langkahnya adalah berdo’a perlindungan, berwudhu, duduk, diam, bersujud, tidur. 

Hal sederhana menetralkan perasaan dengan berpindah tempat, mencari tempat yang lebih netral dan melakukan tindakan yang membuat perasaan menjadi lebih baik. Apabila sudah netral, silahkan kembali ke pasangan (suami/istri) minta maaf. Tidak harus secara langsung, pelan-pelan saja. Bikin kue kecil, nge-teh atau ngajak sholat bareng ^_^.

Monday 18 May 2015

Parkir, Bank dan Rumah


Saya pernah membaca artikel di harian Kompas. berjudul Imperialisme Jasa. Penulisnya Radhar Panca Dahana. Pembahasanya menarik. Logika yang dibangun sederhana, namun pemikirannya dalam. Pembahasan tentang jasa parkir, bunga bank dan kepemilikan rumah. Lahan parkir dikomersilkan, bunga bank mencekik, rumah menjadi barang mewah. Semua orang sepakat, seakan sudah begitu adanya.

Teringat saat parkir motor di stasiun dan membayar 7000,- rupiah. Tampak murah dan wajar, tapi tidak bagi karyawan yang bekerja PP Bogor-Jakarta. Setiap hari mereka harus bayar parkir. Mereka membayar ±  200.000,- rupiah per bulan. Sangat berharga bagi karyawan bergaji upah minimum regional (UMR). Itu parkir, belum biaya transportasi lainnya. Lain cerita untuk parkir mobil.

Saya juga teringat ibu saat memutuskan mengambil kredit bank. Setiap bulan ibu harus membayar cicilan bunga yang lebih besar dibanding pokoknya. Hingga hari ini. Rentenir formal berwajah manis.

Seorang kawan belum punya rumah, kebingungan membayar down payment (DP). Apalagi dengan cicilannya. Bukannya tidak mampu, lebih karena tidak rasional. Selangit. Seorang kawan lainnya harus berpikir keras membayar cicilan kredit pemilikan rumah (KPR)-nya. Karena bunganya terus meningkat.

Kita bisa diam dan menerima. Toh sudah seharusnya seperti itu.

Atau berkomentar “ya pipis aja bayar, masak parkir gratis!”. “ya emang kalo minjem di bank-mah gitu!”. “semua orang juga gitu pas mau beli rumah!”

Seseorang cenderung diam dan menerima, saat mapan dengan pendapatan. Mampu membayar parkir, mencicil utang mobil atau sudah punya rumah. Namun, mata kita akan terbuka saat mengalaminya sendiri.

Alangkah bahagianya apabila 200,000 rupiah itu dibelikan susu untuk anaknya. Banyak hal bisa dilakukan PNS dengan uang bunga yang dicicilnya. Kita tidak akan mendengar kisah karyawan menahan lapar demi memiliki rumah. Atau cerita kontraktor (suka mengontrak) muda kebingungan membeli rumah, disisi lain banyak rumah kosong atas nama investasi.

Tanyakan hati nurani. Ketidakberdayaan atau ketidakadilan.

Saturday 16 May 2015

Politik energi, dilema pasar dan konstiusional


Maret 2015 Presiden Jokowi menaikan harga BBM. Mei mau naik lagi tetapi dibatalkan. Kenaikan harga BBM merupakan konsekuensi kebijakan subsidi tetap BBM. Pemerintah menghilangkan subsidi BBM untuk premium. Minyak tanah dan solar diberikan subsidi tetap 1000,- rupiah. Produk BBM lain mengikuti harga pasar. Dampaknya, harga BBM dalam negeri akan ber-fluktuasi sesuai dengan harga BBM di pasar internasional. 

Secara makro, kebijakan tersebut memberi ruang fiskal yang lebih longgar bagi pemerintah. subsidi BBM dialihkan kepada infrastruktur katanya. Di level mikro, rakyat merasakan langsung dampak kenaikan BBM berupa kenaikan harga barang.

Pasal 33 UUD 45 mengamanahkan sumber daya yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara. Amanah tersebut mengisyaratkan bahwa energi harus dikelola dengan benar untuk kesejahteraan masyarakat. Semua paham sejak negara ini berdiri, energi merupakan komoditas politik. Alat melanggengkan kekuasaan dan kesejahteraan. Political will penting dalam mengelola kebijakan energi demi tercapainya kedaulatan energi.

Sebagai komoditas politik, kebijakan energi berpengaruh besar terhadap kelangsungan kekuasaan. Sejak era Soekarno kebijakan energi khususnya kebijakan subsidi BBM pemerintah memilih menggunakan kebijakan subsidi harga. Kondisi tersebut terus berlangsung hingga era SBY yang masih menerapkan subsidi harga. Puncaknya, jumlah subsidi BBM pada APBN 2015 mencapai 300 triliun rupiah. Pemerintah era Jokowi memberikan alternatif kebijakan subsidi tetap. Pemerintah yang menentukan harga keekonomian BBM dengan mempertimbangkan harga pasar.

Kebijakan tersebut memberikan keuntungan. Pemerintah mengalokasikan pengalihan subsidi untuk membangun infrastruktur. Namun, antisipasi resistensi (penolakan) sebagian masyarakat diabaikan. Harga makanan, biaya transportasi dan barang kebutuhan lainnya sensitif terhadap kenaikan BBM. Jaminan perlindungan sosial tidak banyak membantu. Resistensi sosial tidak diantisipasi pemerintah. Apalagi pengalihan ke infrastruktur, dampaknya baru dirasakan dalam beberapa tahun mendatang. Substansi kebijakan energi era Jokowi sama dengan pemerintah sebelumnya.


Niat baik pemerintah ‘menyelamatkan’ uang negara, tidak diimbangi dengan pertimbangan antisipasi resistensi sosial dan penguatan struktur ekonomi. 

Alih-alih mempercepat pertumbuhan ekonomi, faktanya perekonomian melambat. Meningkatnya harga barang, lesunya konsumsi dan sepinya investasi tanda side-effect kenaikan harga BBM. Tanda-tanda ini apabila tidak diantisipasi akan menjadi bola liar bagi perekonomian.

Ada indikasi kemalasan berfikir lebih dalam oleh pemerintah terhadap pengelolaan energi. Alternatif penyaluran subsidi energi banyak disarankan ekonom. Misalnya subsidi tertutup, yaitu subsidi langsung ke masyarakat sasaran. Subsidi tersebut dianggap lebih berkeadilan dan diprediksi menekan konsumsi. Hingga saat ini, rencana tersebut tidak ada tanda-tanda untuk direalisasikan.

Pembenahan sektor energi secara menyeluruh belum serius. Program pemberantasan mafia migas, pengalihan BBM ke BBG dan pengembangan energi alternatif hilang kabarnya. Jangan tanya program revitalisasi infrastruktur gas dan pemerataan energi. Jauh.

Energi bisa menjadi alat pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat (seharusnya). Politik energi pemerintah era Jokowi tidak memiliki arah. Sistem ekonomi pasar masih menjadi kiblat. 

Indonesia tidak alergi dengan perdagangan bebas dan globalisasi. Keberpihakan untuk kesejahteraan dan keadilan harus menjadi kata kunci utama dalam menjalankan perekonmian. Keputusan MK pasal 28 ayat UU Migas 22 Tahun 2011 menjadi pesan jelas tentang substansi penetapan harga BBM bukan mengikuti pasar, tapi diatur pemerintah. 


Keberpihakan politik energi pemerintah terlihat saat harga minyak sudah diluar kemampuan daya beli masyarakat (>$120 ribu per barel). Subsidi tetap menjadi tidak relevan. Antisipasi resistensi sosial dan ekonomi harus dipersiapkan. Apabila terus diurai, bola panah harga minyak ini berdampak luas bagi perekonomian. Batalnya kenaikan BBM bulan Mei ini menunjukan masih hadir-nya pemerintah. Rupanya pemerintah masih punya 'hati' mendengar curahan hati masyarakat.

Politik energi pemerintah sudah seharusnya sejalan dengan amanah konstitusional. Kesegeraan, penyempurnaan dan antisipasi dari konsekuensi kebijakan energi harus menjadi prioritas dalam pembangunan energi. Politik energi harus lebih mengedepankan amanah konstitusi. Berkontribusi menghasilkan sesuatu yang produktif dan kesejahteraan seluas-luasnya. Energi harus menjadi panglima kesejahteraan. Jangan ada dusta diantara kita, apalagi berkhianat atas nama pasar.