Monday 1 June 2015

Memeluk Emosi



Setiap orang memiliki emosi. Emosi positif dikenal seperti senang, bahagia, antusisias, gembira, ceria, dll. Emosi negatif dikonsepkan sebagai perasaan sedih, emosi, kesal, kecewa, benci dll. Sebenarnya tidak ada emosi yang baik dan buruk atau emosi positif dan negatif. Emosi hanya ekspresi untuk keseimbangan alam. Sama seperti siang dan malam, laki-laki dan perempuan, sehat dan sakit. Emosi butuh penerimaan. Emosi itu bukanlah sesuatu yang harus diekspresikan secara berlebihan, tidak juga harus ditahan-tahan sedemikian rupa. Keberadaaan emosi memiliki peran dalam menyeimbangkan kehidupan.

Alam semesta sebagai mahluk ciptaan Allah membutuhkan keseimbangan pada dirinya agar tetap ada. Proses menyembuhkan yang sakit, mengobati yang terlukai dan mengadakan yang hilang adalah proses keseimbangan yang harus ada di alam semesta. Apabila ada yang tidak seimbang, maka dia akan menyeimbangkannya. Kejadian gempa bumi, gunung meletus, tsunami, dsb yang kita sebut bencana bukanlah hal yang negatif, itu hanya mekanisme menyeimbangkan keberadaannya.

Sama seperti alam semesta, manusia diberi mekanisme untuk selalu dalam keadaan seimbang. Apabila ada sesuatu yang tidak seimbang, secara otomatis ia menyeimbangkan diri.

Apabila seseorang perilakuknya tidak menyenangkan, secara otomatis orang lain akan merasa kesal. Begitu juga jika seseorang ikhlas, bergembira, dan tulus, orang disekitarnya ikut merasa gembira, senang dan semangat.

Pada saat seseorang merasakan emosi yang memuncak, atau memiliki emosi diekspresikan, sebaiknya disampaikan saat itu juga. Apabila tidak disampaikan, maka akan menghasilkan ketidakseimbangan baru. Entah nanti atau kapan, pasti terjadi ketidakseimbangan. Bingung ya?!

Begini contohnya. Apabila diri kita merasa kesal pada seseorang karena perilaku dan tutur-katanya, rasanya pengen memukul (ini jangan dilakuin ya, lebay!), sampaikan. Sampaikan emosi kita dengan emosi dan cara yang baik. Hal ini untuk menyeimbangkan emosi orang tersebut. Apabila emosi ini ditahan, akan terjadi ketidakseimbangan baru. Suatu saat akan ‘meledak’.

baca juga : menetralkan perasaan

Begitu juga saat diri kita merasa senang dan bergembira, ekspresikan sesuka hati. Ekspresi gembira, senang, tertawa sama baiknya dengan emosi kecewa, sedih dan benci. Sampaikan emosi kegembiraan dengan baik dan secukupnya (nggak usah lebay!).  Tapi jangan karena tulisan ini, jadi berlebihan mengekspresikan emosi. Biasa saja, standar, seperlunya. Ekspresi yang lebay juga bisa ngurangi rahmat dan berkah. ^_^

‘sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk bagi orang-orang yang melampaui batas (lebay!)(40:28)

Contoh terbaik mengekspresikan emosi adalah bayi. Bayi belum memiliki masukan pikiran dan pengetahuan, apalagi ingatan. Ekspresi emosi bayi murni naluri bawaan ciptaan, jujur, no rekayasa. Sama seperti hewan, gunung, bumi yang tidak memiliki akal pikiran untuk memproses emosi. Alam hanya meluapkan untuk keseimbangan. Begitu juga bayi saat menangis, gembira, senang, dll hanya untuk mengekspresikan dirinya, tidak ada “filter” pengetahuan, budaya dan sosial.

Sedangkan orang dewasa sudah banyak saringan pengetahuan, sosial, dan budaya. Kebanyakan orang cederung memendam emosi karena alasan nggak enak, kurang sopan, dan menjaga perasaan. Ini bisa menjadi bom waktu. Hal ini kurang baik juga, terkadang bisa menciptakan ketidakseimbangan baru.

Fokus terpenting kita bukan pada enak-nggak enak, kurang sopan dan menjaga perasaannya, tapi fokus kita adalah bagaimana cara menyampaikan emosi dengan cara yang baik. Apabila orang sedang marah, biarkan perasaan marahnya muncul hingga selesai baru sampaikan apa yang perlu diperbaiki. Jangan membenci orang yang marah, jangan memarahi orang yang marah. Begitu juga saat bergembira, ekspresikan kegembiraan. Sama ketika mau nangis, sedih. Nangislah, ekspresikan.

Emosi tidak perlu ditahan, ia hanya butuh dipeluk kok (diterima dan dirasakan).

sumber gambar : http://health.liputan6.com/read/790422/saat-manusia-keluarkan-emosi-tubuh-berubah.html

No comments:

Post a Comment