PUISI

Ibu
Oleh : Syekh Rosehva

Memendam rindu, melewati waktu
Meretas rasa, mengabaikan nestapa

Meneteskan air mata, mengurai luka
Menepikan duka, mengumpulkan asa

Sedih tak terkira, gembira ada di sampingnya
Hanya ingatan cinta, yang ia peluknya

Mendo’akan anak-anaknya, tak pernah lupa
Pada waktu ia bercerita, pada kesibukannya

Lelah tak terasa, lemah bukan pilihannya
Kuat mengangkat, harapan yang singkat
Tentang kisah kebaikan putra-putrinya

Masalah menjadi tak masalah,
karena  salah adalah anugerah

dalam sedihnya, ia bercerita harapanya
dalam bahagianya, ia hanya sekedarnya

Air matanya telah kering, untuk kenakalan anaknya terlalu sering
Air susunya telah habis, ya habis.
  


[Sambung] Ibu
Oleh : Syekh Rosehva

Dalam semangat mengurai waktu, ibu tak lelah memanjakan anaknya.
Untuk apapun yang diingankanya. Tak peduli ada ataupun tiada.
Pada heningnya malam, ibu tak lelah bercerita pada Sang Maha Cinta
Kepada-Nya ia hanya bisa bercerita untuk kelemahan yang tak bisa ditaklukannya.
Dan ibu kini, dengan dirinya sendiri ia bercerita tentang kesendiriannya
Atau ibu kini, indah dalam masa yang paling tak diinginkannya


Nak, Ibumu bukan….
Oleh : Syekh Rosehva

Nak, ibumu bukan raja yang bisa memberikan segalanya untukmu
Ibu hanya bisa memberi do’a, itu saja.

Nak, ibumu bukan chef yang bisa memasakan segala macam makanan kesukaanmu
Ibu hanya bisa memasak biasa, itu saja.

Nak, ibumu bukan sopir yang bisa mengantarmu kemana saja sesuka hatimu
Ibu hanya bisa mengantarmu ke gerbang kesuksesan, itu saja.

Nak, ibumu bukan tukang taman yang bisa membahagiakanmu dengan pemandangan indah
Ibu hanya bisa menghadirkan keindahan dalam setiap waktunya, itu saja.

Nak, ibu bukan tak ingin memenuhi segala keinginanmu.
Ia hanya tak berdaya atau ia hanya cinta.


Ibu maafkan
Oleh : Syekh Rosehva

Ibu maafkan, apabila sajak rindu ini tak mampu melukiskan kerinduanku yang semakin dalam, desak rindu begitu menggebu, dalam diam aku tak mampu berlagu pada waktu yang berlalu

Ibu maafkan, apabila tangan ini tak mampu memijat lembut kakimu yang lelah itu karena pekerjaanmu yang begitu banyak, pada kerjaku yang telah menikanmu dalam heningnya waktu yang berlalu

Ibu maafkan, apabila diri ini tak selalu hadir disampingmu menemani hari-harimu yang semakin sepi dengan kerinduan yang menderu tentang kisah anak-anakmu, tentang kisah waktu yang berlalu

Ibu maafkan, apabila hati ini begitu lemah dalam mencintaimu yang cintamu tanpa batas tanpa fatamorgana yang selalu mengajariku tentang hati yang kuat pada waktu yang berlalu

Ibu maafkan, siang dan malamku harus aku titipkan pada sang pemilik waktu agar tetap menjagamu dalam renta dan lemahnya dirimu aku tak kuat mengingatmu tentang waktu yang berlalu

Ibu maafkan, apabila luka ini merindukan sentuhan lembut hati dan cintamu yang sulit kudapatkan untuk menyamainya agar aku dapat melewatinya dengan lebih tenang dan cemerlang mengikuti waktu yang berlalu

Ibu maafkan, apabila kerinduan ini tak mampu melangkahkan fisikku pada kerasnya dunia yang megajarimu untuk bersabar dalam cinta, dalam waktu yang berlalu

Ibu maafkan, apabila waktu yang semakin kelu dengan ucapan lembutmu yang masih terus terngiang di telingaku tak mampu aku menaklukan waktu yang berlalu

Ibu maafkan, apabila rasa marahmu terhadapku tak mampu aku redam sedikitpun oleh sikap dan perilakuku yang bahkan semakin membuatmu marah pada waktu yang berlalu

Ibu maafkan, apabila hiasan ini tidak mampu melukiskan senyummu pada kenangan yang tak terbatas tentang kita, tentang cerita di waktu yang berlallu

Ibu maafkan, apabila suara ini masih jarang kau dengar merdunya saat ingatanmu yang merindukan suara tangisan mungil meminta secercah harapan pada waktu yang berlalu

Ibu maafkan, apabila sepotong nestapa ini tak mampu aku ceritakan hanya untuk membuatmu tersenyum untuk luka yang akan bercerita tentang bagaimana engkau menjalani hidupmu tentang waktu yang berlalu

Ibu maafkan, sepenggal kisah yang telah kau tuliskan pada waktu yang berlalu tak mampu aku ceritakan kembali dengan indah dalam tawa, dalam ceria dalam cerita pada waktu yang berlalu

Ibu maafkan, indahnya hari yang ditemani padang rumput nan sejuk ini tak mampu kau rasakan bersama kerinduanmu tentang aku, tentang kisah kasih yang hilang pada waktu yang berlalu

Ibu maafkan, apabila aku tak selalu disampingmu bercerita rindu pada waktu yang berlalu   



Tak seperti matahari
Oleh : Syekh Rosehva

Tak seperti matahari, ia mampu menghadirkan cahaya,
Cahanyanya berbeda, tak menyilaukan.

Tak seperti matahari, ia mampu menciptakan hangat,
Hangatnya berbeda, tak semakin panas

Tak seperti matahari, ia mampu menumbuhkan,
Menumbuhkannya berbeda, tak berpotensi mati

Tak seperti matahari, ia mampu bertahan,
Bertahanya  sepanjang hari, tak setengah hari

Tak seperti matahari, ia mampu melindungi
Melindungi dari apapun, tak mengkhawatirkan

Tak seperti matahari, ia terus bergerak
Bergeraknya untuk menggerakan, tak diam di tempat

Tak seperti matahari, tetapi menjadi matahari




Jum’at bersama Ibu
Oleh : Syekh Rosehva

Jum’at jam 10 pagi, aku pulang sekolah
Melepaskan segala penatku, sembariku lepas seragam yang bau itu
Ganti dengan kaus kesayangku., hitam gambar planet saturnus
Aku bermain bergulat dengan debu, bersama teman-teman
Kelereng namanya.,

Aku lelah, tapi ceria. Senang tak terkira
Dapat banyak gundu, hari ini “gumamku”
Minum es, bersama teman-temanku.
Selonjor.

Ibu yang bikini air es untuk-ku. Juga untuk teman-temanku
Segar sekali rasanya, apalagi siang ini begitu panas
Hari ini, ibu lagi nggak ke sekolah. Nggak ngajar.
Kosong katanya. Senyum ibu mengembang

Kami bercengkrama, dalam tawa.
Cerita tentang gundu, debu dan batu. Seru
Nikmat sekali es buatan ibu, segar.
Tak terasa waktu berlalu, aku dan temanku bercerita
Apa saja, mungkin juga tentang cinta, monyet

Tak terasa suara mengaji masjid kami terdengar begitu besar
Mengingatkan kami bahwa ini hari jum’at. Ada sholat jum’at

Ibu mengingatkanku untuk mandi, siap-siap.
Ya, untuk sholat jum’at.
Selesai mandi, diusapkanya handuk mungil itu ke seluruh tubuhku
Kasar tapi lembut, keras tapi lemah. Aku tak protes, senang malah.

Dipakaikanya aku celana,
Sarung, dilipatkan di perutku.
“pegang!” perintah ibuku sambil menunjuk lipatan tengah sarung
Lalu ibu lipat sarungnya, di gulungkannya dari dada hingga perutku.
Kebesaran, tapi entah selalu pas dibuatnya.

Dipakaikanya aku baju.
Ibu menyebutnya baju koko, putih warnanya.
Tak dilepaskan semua kancingnya, hanya sebagian.
Lalu dimasukan dari atas. Seperti pake kaos saja, pikirku.
Kembali, kasar tapi lembut, keras tapi lemah. Aku tak protes.
Seperti terburu-buru. Ibu segera mengancingkan semua kancing.
Rapi. Mukaku dikasih bedak. Wangi

“ada yang kurang”. Gumam ibuku,
Dipakaikannya aku kopiah hitam, punya bapak.
Sedikit kebesaran, tapi pas!.
kepalaku besar, katanya.

Lalu ia berpesan, agar aku segera ke masjid.
Duduk paling depan, supaya dapet untu katanya.
“Mau dapet unta, sapi atau ayam?” Tanya ibuku.
Aku jawab, “ ya unta”. Antusias.
“kalo mau dapet unta, duduknya di paling depan. Kalo dapet duduk ditengah, dapetnya sapi. Kalo di belakang, dapetnya ayam”
Aku mengangguk antusias. Bayangan mendapatkan unta sudah di depan mata

Setelah menyelipkan uang 10.000,- an di kantongku,
Ia menyodorkan tangannya kepadaku. Salim.
“ini buat shodakoh di masjid ya. Dimasukin ke kotak amal”. Pesannya.

Antusias, bahagia dan senang aku pergi ke masjid.
Aku duduk barisan paling depan, ikutan bapak disebelahku.
sholat dua kali.
Aku senang, bayangan dapat unta setelah sholat jum’at sudah di depan mata.

Sholat jum’at selesai.
Seperti biasa, ibu memasakan pisang goreng dan teh.
Wajahku setengah murung dan bingung. Ada yang mengganjal dipikiranku,
“habis sholat jum’at, kenapa aku nggak dapet unta ya. Kan, udah duduk paling depan?”
Tak berani aku tanyakan itu ke ibu, mungkin ibu lupa.



 Ibu dalam kenangan
Oleh : Syekh Rosehva

Apa yang kau kenang tentang ibu mu?

Tunggu, aku perlu mengingatnya…., Oh iya,

Ibu yang memasakan sarapan setiap pagi sebelum aku berangkat sekolah

Nanti, sebelum itu ada lagi

Ibu yang berteriak setiap pagi membangunkan kami untuk sholat subuh

Ibu yang ngajari kami mengaji setiap subuh, supaya pinter ngaji katanya

Apa lagi ya kenangan tentang ibu?

Ini, Ibu yang selalu menyampulkan buku tulis aku stiap tahun ajaran baru

Ibu juga menuliskan jadawal pelajaran setiap catur wulan

Oh nanti dulu, masih kenangan tentang ibu di pagi hari

Ibu menyuruh kami untuk segera mandi di pagi hari, karena takut telat berangkat ke sekolah

Kalo pagi juga, ibu bukan Cuma buat sarapan lho.

Ibu selalu menyiapkan sarapan, biasanya sih : nasi goreng, telor ceplok, tahu sama tempe.

Aku paling males kalo sarapan tahu dan tempe, nggak ada rasanya.

Aku paling suka telor ceplok. Tapi nggak tahu, kakaku nggak suka telor. Padahal kan enak.

Balik lagi ya, kenangan tentang ibu.

Hmmmm, apa lagi ya., oh iya.

Ibu yang masak buat makan siang, jadi habis pulang sekolah kami semua tinggal makan.

Ibu paling suka lho masak sayur sama ikan.

Ibu paling jago bikin sayur lodeh, sama sayur bayem. Sayur sop-nya juga enak kok. Tapi aku nggak 
pernah suka sama sayur asem buatan ibu, kenapa dikasih kacang ya ?

Ibu juga paling suka bikin sambel, apalagi kalo ada terasinya. Mewah. Pasti enak.

Ibu suka mengingatkan kami untuk pergi ke madrasah, biar pinter ngaji katanya.

Karena banyak teman-temanku yang pada nggak bisa ngaji. Kasian. Gitu kata ibu.

Nah, kalo udah maghrib ibu ingetin kami untuk matiin TV. Sholat berjamaah di masjid katanya. 

Supaya setan di TV-nya pada kabur. Karena kalo sudah maghrib, katanya acar di TV setan semua isinya. Padahal kan lagi seru,serunya. Ya udah, kami nurut. Matiin.

Kadang aku suka berangkat bareng lho sama ibu ke masjid pas shlat maghrib, habis sholat ibu yang ngajarin kami ngaji. Baik sekali ya ibu.

Kalo mau tidur, ibu suka sekali nonton TV. Selepas sholat isya, setan di TV udah pergi katanya. Ya aku sih nurut ajah, asik nonton TV lagi.

Ibu asik nonton TV, aku disuruh belajar. Duh.., ibu kan lagi pengen nonton. Ya udah, nonton TV-nya sambil belajar. Kata ibu. Asik.., jadi pas iklan, aku belajar.

Ibu paling suka sekali nonton sinetron. Apalagi FTV religi, pasti nggak mau diganti, walaupun iklan. Nonton TV itu itu harus tetep, jangan ganti-ganti. Pusing. katanya.

Kalo nggak ada kerjaan sekolah atau setrikaan numpuk, ibu paling suka langsung tidur. Di depan TV. Walaupun TV-nya menyala.

Tapi kalo setrikaan banyak, rumah masih berantakan, atau ada kerjaan dari sekolah. Ibu pasti… apa ya namanya…, oh ya, kata orang ‘lembur’. Itu lho, yang kerja sampe malem-malem.

Ibu nggak akan berhenti kalo belum selesai. Yang kami tahu, pagi-pagi sekali pasti rumah yang semalam berantakan pasti sudah rapi, lantai bersih dan tidak ada cucian piring numpuk.

Apalagi, pakaian. Selalu tersedia di lemari.

Tapi kok aneh ya., kadang aku suka pura-pura tidur malem hari. Dan melihat ibu sholat malem, lama banget. Mungkin sekitar satu jam. Do’anya panjang sekali.

Aku tidak pernah bisa mendengarnya, lirih sekali. Kadang suka nangis sendiri. Kenapa ya?.,


Aku kan nggak ngerti., ya udah aku tinggal tidur ajah.




Mendengar Rasa
Oleh : Syekh Rosehva

Saat rasamu lelah,
Mendengar begitu bising, melihat begitu silau
Dengarlah rasamu, dengarlah bahwa ia ingin dipeluk

Saat rasamu bingung,
Melangkah begitu lemas, waktu begitu berlalu
Dengarlah rasamu, dengarlah bahwa ia ingin diperhatikan

Saat rasamu remah,
Membayangkan tak terkira, hampa begitu lama
Dengarlah rasamu, dengarlah bahwa ia adalah jiwa yang kau asingkan
Ia hanya ingin mengenalmu, lebih dekat

Saat rasamu jenuh,
Bingung dalam ketidakpastian, rindu keabadian
Dengarlah rasamu, dengarlah bahwa ia ingin disampingmu
Menemanimu, melawatinya bersamamu

Saat rasamu layu,
Kering tak menentu, basah membisu
Dengarlah rasamu, dengarlah bahwa ia ingin kesegaran

Yang kau hadirkan, bersamanya


Pelajaran terakhir
Oleh : Syekh Rosehva

Saatnya kau mengetahui, pelajaran terakhir yang aku dapatkan hari ini
Tentang bagaimana menjalani hidup dan hidup menjalanimu

Bahwa sengsara dan nikmat adalah ciptaan terbaikNya
Bahwa neraka dan surga adalah penggerak ciptaanNya

Apa yang kau inginkan ?, bertanyalah pada derita!
Apa yang kau hindari ?, bertanyalah pada bahagia!

Tak usah kau berlari mengejar matahari, karena bulan cukup untuk menerangimu
Tak usah pula kau gelisah menghadapi malam, karena bintang senang menemanimu
Fajar hadir pada waktunya, tak temaram, tak silau, pasti menyapa

Ini juga tentang takut, yang tak juga menjadi kekuatanmu
Padahal takut menghadirkan kekuatan, karena takut itu kuat

Ubah saja gerakmu nak, takutmu itu berubah saat menari bersama gerakmu
Gerakmu, mengubah takutmu menjadi beranimu, cintamu dan kebahagiaanmu
Juga takdirmu.

Fokus juga, jangan lupa!.
Apa yang kau pertanyakan, selalu ada jawaban. Ya, selalu ada jawaban untuk pertanyaan-pertanyaanmu.
Pilih pertanyaanmu, olah jawabanmu. Fokus pertanyaanmu benar, sang jawaban akan menghampirimu dengan indah, cantik nan mempesona.
 
Keyakinan itu ada dua nak, tentang aturan dan pengertian.
Bila.., maka.., adalah.., kuncinya
Aturlah aturanmu, Mengertilah pengertianmu,

Kata kita juga, awas lupa!
Pilih kata-katamu, jangan berkata-kata apalagi terbata-bata.
Pilih kata kita-kita yang menciptakan kata dalam kata, positif saja.

Nyontek, boleh nak untuk kali ini!.
Nyontek, ajak kerjasama, amatin caranya, tiru ajah, trus modifikasi.
Udah.

Pelajaran terakhir, hanya untukmu



Keabadian Abadi
Oleh : Syekh Rosehva

Bertanyalah pada keabadian yang abadi

Pada tuhan yang selalu menjadi tuhan dan menuhankan tuhan,
karena tuhan menjadi satu-satunya tuhan dalam keabadiannya 

Pada perubahan yang selalu berubah mengubah perubahan,
karena setiap perubahan mengubah keabadiannya

Pada getaran yang selalu bergetar menggetarkan getaran,
Karena setiap getaran menggetarkan kebadiannya

Pada polaritas yang selalu mempolar dalam polarisasinya,
Karena setiap baik berkawan buruk, sedih memeluk bahagia, 
gelap bersama cahaya dalam keabadiannya.

Pada tanya yang selalu mempertanyakan pertanyaan yang dipertanyakan,
Karena setiap tanya selalu mempertanyakan keabadiannya

Pada sebab yang selalu menjadi penyebab yang menyebabkan sebab,
Karena sebab selalu berkawan akibat yang mengakibatkan keabadiannya

Pada hubungan yang selalu menghubungkan setiap hubungan,
Karena hubungan menciptakan hubungan dan menghubungkan keabadiaannya.

Pada proses yang selalu memproses proses,
Karena proses selalu memproses proses keabadiannya.

Pada keabadian abadi, pengabdian mengabdi


Aku Abadi
Oleh : Syekh Rosehva

Aku abadi dalam keabadian yang mengabadikan
Abadi dalam diriku selalu mengabadikan keabadian
Keabadian selalu abadi dalam keabadiannya
Keabadianku selalu mengabadikan setiap keabadian

Aku abadi dalam keabadian yang abadi
Abadi adalah aku yang mengabadikan keabadiannya dalam keabadian
Keabadian memberikan keabadian baru dalam keabadian
Keabadianku mengabadikan aku

Aku abadi dalam abadi keabadian
Aku Abadi


Adalah Harmoni
Oleh : Syekh Rosehva

Kesedihan dan kegembiraan adalah harmoni,
seperti bunyi mengenalkan sunyi

Kekecewaan dan kebaanggan adalah harmoni,
Seperti warna mengenalkan putih

Kepergian dan kedatangan adalah harmoni,
Seperti batu mengenalkan debu

Kehilangan dan mendapatkan adalah harmoni,
Seperti bunga mengenalkan benang sari

Kebencian dan cinta adalah harmoni,
Seperti mutiara mengenalkan pasir

Kematian dan kehidupan adalah harmoni,
Seperti matahari mengenalkan cahaya

Kau hanya perlu memeluknya


Aku tak tahu apa yang harus kutuliskan,
Oleh : Syekh Rosehva

Aku tak tahu apa yang harus kutuliskan,
untuk mengatakan betapa lembutnya belaian tangan itu masih aku rasakan.
Sayup-sayup do’anya begitu lembut mengalun dalam pikiranku

Aku tak tahu apa yang harus aku tuliskan,
saat teringat ia memintaku untuk memijat kakinya.
Mungkin lelah karena bekerja seharian, mengajar dan berbagi ilmu

Aku tak tahu apa yang harus aku tuliskan,
saat tangan lembut itu, menyentuhkan di sela jari-jariku.
Memelintir dengan lembut, membangunkan aku dari tidur, agar aku bangun dan shalat

Aku tak tahu apa yang harus aku tuliskan,
Saat ia menangis dengan sesenggukan karena kenakalanku.
Mungkin pusing memikirkan aku, dengan sabar dan tabah ia pinta pada Tuhannya

Aku tak tahu apa yang harus aku tuliskan,
saat cita-citanya yang sederhana itu tak mampu aku mewujudkannya.
Walau hanya sekedar senyum, salam dan sapa dalam jiwa yang lembut,
atau dalam mimpi yang menemani hari-harinya

Aku tak tahu apa yang harus aku tuliskan,
saat jum’at pertama itu, memakaikan baju koko dengan sarung rapih.
Membuatku semakin ganteng, gagah dan menajubkan.
Yang dia pandang hanyalah seorang pemimpin besar

Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan,
saat ia memintaku duduk, sekedar mendengar cerita harianya
Tentang muridnya yang lucu, menggemaskan dan nakal

Aku tak tahu apa yang harus aku tuliskan,
saat ia ingin sekali melihatku sukses dengan rasa bangga seorang ibu
yang memimpikan anak dihadapanya adalah pemuda pemberi manfaat kepada umat

Aku tak tahu apa yang harus aku tuliskan,
Saat permintaanya yang sederhana untuk duduk, diam mendegar nasehatnya
Tak mampu aku penuhi hanya karena aku nakal 

Aku tak tahu apa yang harus aku tuliskan,
Saat begitu ganyak tumpukan kekecewaan yang hadir dalam sosok yang lebih besar darinya, kini hanya seorang manusia yang mengganggu ingatan dan ketenangan jiwanya

Aku tak tahu apa yang harus aku tuliskan,
Saat teringat ia menemaniku hari-hariku yang nyaman dengan selembar kisah dan motivasi yang tidak berujung, dalam keselimutan malam yang teduh

Aku tak tahu apa yang harus aku tuliskan,
saat ia hadir dalam mimpi-mimiku memberikan nasihat yang ia tidak bisa hadirkan dalam kehidupan nyata untuk tetap menjaga kesabaran dan keistiqomahan menjaga amanah Allah

Aku tak tahu apa yang harus aku tuliskan, 
saat lidah ini begitu kaku, sangat aku dan sungguh kaku untuk sekedar bercerita tentang pagi 
yang tenang itu dan kisah kita yang sangat lama

Aku tak tahu apa yang harus aku tuliskan, 
saat aku tak bisa mengucapakn “selamat pagi bu, sedang apa kau disana?” 
rindukah engkau padaku, untuk berselimut menghangatkan kegelisahan ini

Aku tak tahu apa yang harus aku tuliskan, 
saat aku hidup kini serasa mati rasa 
dalam hiruk pikuk dunia yang entah apa aku cari dan untuk apa

Aku tak tahu apa yang harus aku tuliskan, 
saat ingiatan itu kembali meraung-raung,
mengoyak kegelisahanku malam ini menganggu setiap detik hidupku


Aku tak tahu apa yang harus aku tuliskan, tentangmu, tentang kita


Sunyi Cinta
Oleh : Syekh Rosehva

Menggunung perasaan tak berujung.
Menutup nestapa dalam sunyi menyapa.
Aku hanya rindu yang bernyanyi, pada alam aku berlari
Ego begitu kuat, menatap lembayung biru dalam rona senja
Mengharap haru bercengkrama kuat, dalam malam pekat
Hidup bukan untuk dirayu, tapi kematian pasti menuggu
Senja semakin kelam, cinta terbang melayang
Melintasi cakrawala damai, mengabadikan sunyi
Gemuruh sesak, tak usah kau mengerti bahwa cinta tak mengerti
Hidup hanyalah hidup, dalam tarian hukum kolaborasi
Aku berdiri disini, hanya sekedar bernyanyi
Melupakan hari, menepi sunyi
Cinta datang mengurai luka, tapi sepi ini tak pernah kembali
Dawai alam menyanyikan nada cinta, rindu dan pilu
Dalam satu rindu, aku tak ingin bercumbu denganmu


Dalam
Oleh : Syekh Rosehva

Dalam damai aku berdo’a pada siang yang tak mengerti sayang.
Dalam sesak aku bergerak pada pagi yang tak pergi

Dalam resah aku susah pada senja yang meraja
Dalam gelisah aku mendesah pada malam yang kelam

Dalam nurani, damai berbagi
Dalam rusak, sesak menyesak
Dalam salah, resah jadi sepah
Dalam serapah, gelisah jadi sampah


Cinta
Oleh : Syekh Rosehva

Cinta tidak pernah menunjukan dirinya bahwa jujur adalah keterbatasan dalam nurani yang dangkal-pun tak pernah mengerti bahwa sesungguhnya luka bagian dari tak terpisahkan yang hanya cocok pada bisu sunyi sepi sendiri dalam diam menyelam kelam tenggelam pada air yang suci bersih jernih segar menyesap rindu dalam lautan samudera asmara luas tanpa batas ego dan nurani menjelma kasih menghadirkan sayang yang menuntun jalan kenestapaan yang tak mungkin diakhiri hanya dengan sekedar janji suci sekali lagi tentang cinta itu bukan sekedar cinta.


Hidup
Oleh : Syekh Rosehva

Hidup memang tak mudah kawan, tapi hidup bisa berkawan pada kemudahan
Hidup memang tak selamanya indah teman, tapi hidup selalu menemani keindahan
Hidup memang tak selalu berkesan sahabat, tapi hidup selalu bersahabat pada yang memberikan kesan

Hidup memang bukan hanya cerita, tapi kehidupan selalu bercerita
Hidup memang bukan hanya derita, tapi kehidupan ada kemenderitaan
Hidup memang bukan hanya bahagia, tapi kehidupan bisa memberikan kebahagiaan

Hidup itu tentang cinta, Kehidupan selalu mencintai orang-orang yang penuh cinta
Hidup itu tentang rindu, Kehidupan selalu merindukan orang yang merinduinya
Hidup itu tentang kasih, Kehidupan selalu mengasihi orang-orang yang penuh kasih
Hidup itu tentang sayang, Kehidupan selalu menyayangi orang yang menyayanginya


SimpuhKu padaMU
Oleh : Syekh Rosehva


Dalam sujud ini, tak terasa tetes air mata begitu menyesakan nurani pada do’a yang kupanjatkan untuk seorang  jauh disana yang selalu aku tak dapat menemaninya.

Tetesan air mata ini hanya basah pada jiwa yang kering tak mengerti bahwa cintanya padaku melebih cintanya pada dirinya sendiri atau apapun yang dia cintai.

Jiwa ini begitu menangis dalam diam sunyi ini aku hanya mampu bersimpuh pada sajadah lusuh dalam do’aku yang usang yang mungkin tak mau lagi Engkau dengar.

Lelahnya kaki dan tangan ini tak akan mampu mengalahkan lelahnya hati yang rindu pada cinta dan sayang seseorang yang tulus melebihi sucinya nurani.

Rindu ini sungguh tak mampu aku masuk ke dalam sesak jiwa yang melukai raga menghadirkan ironi sikap dan perilaku hati yang munafik pada belaian cintanya.

Tuhan, seandainya ini kurang maka matikanlah aku dalam jiwa tenang bersama mimpinya yang tetap hidup walau aku tahu itu tak mungkin karena Engkau pemuja keabadian.

Dalam simpuKu padaMu, aku ingin Engkau menjawab setiap detik kata yang aku alirakan untuk melegakan segala sesak dada ini karena betapa ku rindu padanya.

Dalam sumpuhKu padaMU, aku tahu hanya Engkau yang mampu menjawab setiap nestapa yang aku rasakan agar kembali sejuk dan segar menepi rindu mengurai luka ini.  


Dalam Resap Sesap Gelisah
Oleh : Syekh Rosehva

Sungguh, aku tak kuasa terhadap segala ketetapanMu.
Hanya cinta dan iringan kasih yang mampu meredam kegelisahan ini

Sungguh, aku hanya segelintir semilir angin yang setia pada hembusan.
Tak kuasa bila aku bersujud pada kesunyian. Aku alpa.

Sungguh, hati ini begitu rindu pada nyayian do'a dalam ratap dalam nadi.
Menghitung gelisah, menyimpan resah.

Sungguh, cinta ini begitu temaram dalam gelap gelisah.
Menuntun cahaya, dalam heningnya sinar tak berwujud.

Sungguh, nyanyian rindu ini benar-benar memenjarakanku.
Pada tanya, pada luka dan pada cinta.

Sungguh, balas cinta ini tak mampu melewati batas kemunafikan diri.
Mengakar kuat, menghujam begitu tajam

Sungguh, tak apalah cinta menjadi saksi atas kegelisahan ini.
Sedih tak berujung, merana dalam bingkai fatamorgana

Sungguh, rindu ini hanya ilusi dalam tarian ego.
Mengalun dengan naif, terbungkus dalam ironi.

Sungguh, jikalau jiwa ini tak mampu membentung.
Hanya cinta yang tersisa, mungkin sedikit nestapa.

Sungguhpun cinta tak membunuh dirinya, ia hanya hadir agar aku memeluknya.


Luka dalam Air Mata
Oleh : Syekh Rosehva

Antara cinta dan cita-cita
diramu dalam masak harapan yang menyesak

Kau mulai matang,
dalam lamunan kisah yang tak berujung

Merangkai sepi, menepi tawa, melukis nadi,
melukai wangi, menatap nestapa, lamunan derita.

Dulu, kau adalah nyanyian kecil yang bisu.
Genderang tanpa tabuh, gema tanpa suara

Kini, saat sayap tak mampu lagi kukepak.
Kau hanyalah angan yang hilang melukai mimpi.

Hilangmu hanya lalu, dalam bisu aku menggerutu.
Bukankah hidup untuk diakhiri?. ya, tapi bukan untukmu.

Kita hanyalah awan yang menerpa hampa, menembus derita luka.

Bukankah larimu itu kini tinggal seberkas luka di derita jiwa, hanya ilusi bukan?

Nyanyian jiwa kini tak kudengar lagi, terdesak oleh sesak sukma. Menghilang

Cukupkah makna nurani menghancurkan benteng emosi, hidupmu bukan hidupku.

Lalu, yakinkah rindu dapat memeluk derita. Semakin dalam, semakin luka.

Mungkin cinta tak bertepi, rindu tak menyapa.

Namun, jiwa ini tetap mengharap imaji romansa sang bunga


No comments:

Post a Comment